Ketapang Kalbar – Suluhnusantara.News
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham), Kantor Wilayah Kalimantan Barat, yang beralamat di Jl. K.S. Tubun No. 26, Pontianak 78121, telah mengadakan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Fisik Pembangunan Rumah Negara Tipe D dan E Kantor Imigrasi untuk Tahun Anggaran 2024.
Waktu pelaksanaan proyek ini dijadwalkan selama 105 hari kerja, dengan nomor kontrak: W.16.IMI.IMI.8-PB.02.01-2288 tanggal 4 September 2024. Kegiatan dimulai pada 4 September dan dijadwalkan selesai pada 17 Desember 2024, namun hingga kini proyek tersebut masih berlangsung, melampaui batas waktu yang telah ditentukan.
Hingga saat ini, pekerjaan proyek tersebut masih berjalan meski telah memasuki tahun 2025. Mirisnya, progres pembangunan sangat lambat dan sudah melanggar aturan teknis serta prosedur yang ada.
Kualitas konstruksi juga diragukan, bahkan timbunan tanah Quarry Laktrit yang digunakan dalam proyek ini tidak memiliki izin galian C golongan A, seperti yang dilaporkan oleh sejumlah media.
Penyedia CV Teknika Konstruksi dan konsultan supervisi CV Mecca Consultant terindikasi melakukan pelanggaran serius dan terancam menghadapi pemutusan kontrak atau bahkan blacklist. Selain itu, penggunaan Quarry tanah timbunan Laktrit ilegal dan pelaksanaan pembangunan yang tidak memenuhi standar kualitas serta prosedur yang ditetapkan, semakin memperburuk citra proyek ini.
Yang lebih mengecewakan, Surat Perintah Kerja (SPK) tidak mencantumkan pagu anggaran proyek, sumber dana, serta prosedur keselamatan konstruksi (P3K) yang seharusnya sudah diterapkan sejak awal proyek.
Informasi dari sumber yang terlibat dalam proyek ini menyebutkan bahwa nilai kontrak proyek mencapai lebih dari Rp 1,8 miliar, dan hal ini diperoleh dari investigasi tim Alasannews.com serta wawancara dengan pekerja dan narasumber di lapangan 14 Januari 2025.
Salah seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan, “Pelaksanaan kegiatan ini telah mengalami beberapa adendum, yang menunjukkan ketidakjelasan dalam pekerjaan. Kontraktor pelaksana juga sering bermasalah. Perusahaan ini diduga hanya menjadi ‘tameng’ bagi Risky Ariansyah, yang diduga sebagai bagian dari mafia proyek di Kemenkumham pusat, dan tidak memiliki perusahaan sendiri, hanya sekadar meminjam nama perusahaan orang lain untuk meraup keuntungan.”
Selain itu, praktik manipulasi di lapangan sering terjadi, seperti pengajuan adendum yang tidak sesuai kondisi nyata, yang mempermudah proses proyek dan memberikan celah bagi para pejabat dan kontraktor untuk berkolusi dan melakukan penyimpangan. Proyek ini, yang melibatkan anggaran miliaran rupiah, juga berpotensi menjadi ajang korupsi, dengan dukungan data dan informasi yang dikelola dengan baik oleh pihak yang terlibat.
Pembangunan kantor imigrasi ini juga telah disubkontrakkan, padahal menurut aturan, hal ini tidak diperbolehkan tanpa justifikasi teknis yang jelas. Proyek pembangunan yang terletak di belakang kantor Imigrasi Ketapang ini, meski telah disubkontrakkan, masih menunjukkan kemajuan yang sangat terbatas.
Demi memastikan keadilan dan mencegah kerugian negara, kami berharap Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Tipikor Polres Ketapang, segera menindak tegas kontraktor yang diduga terlibat dalam praktik mafia proyek ini. Pengauditan dan tindakan keras terhadap para pelaku penyimpangan sangat diperlukan untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan negara.
Laporan : Teguh dan Dedi Sumarni
(Rev/Bahri)