Ketua DPRD Murung Raya Hadiri Ritual Totoh Numbeng, Wujud Pelestarian Budaya Dayak Siang

Murung Raya,Suluhnusantara.news – Masyarakat suku Dayak Siang di Desa Tabulang, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Murung Raya (Mura), kembali menggelar ritual adat Totoh Numbeng sebagai bentuk penghormatan terhadap arwah leluhur.

Upacara sakral yang berlangsung pada Selasa (27/1/2025) ini merupakan tradisi turun-temurun yang terus dijaga sebagai warisan budaya. Dalam bahasa Dayak Siang, ritual ini dikenal sebagai Totoh, sementara dalam budaya Dayak Ngaju disebut Tiwah.

Ritual Totoh Numbeng tidak memiliki batasan waktu dalam pelaksanaannya. Keluarga yang ditinggalkan dapat menunda upacara ini hingga mereka merasa siap, baik secara finansial maupun adat. Prosesi ini terdiri dari beberapa tahapan penting yang memerlukan persiapan matang, di antaranya:

  1. Ngehak Hino – Tahap awal yang dilakukan setelah pemakaman.
  2. Bopura Baun Tungkang – Ritual lanjutan sebelum memasuki prosesi utama.
  3. Somalat Pandung Kaju – Persiapan akhir menjelang upacara Totoh.

Dalam pelaksanaannya, ritual ini membutuhkan berbagai perlengkapan adat, termasuk hewan kurban seperti ayam, babi, dan terutama kerbau. Kerbau memiliki peran sentral dalam kepercayaan masyarakat Dayak Siang, karena dianggap sebagai perantara yang mengantarkan arwah ke alam baka.

Di masa lampau, sebelum Indonesia merdeka, suku Dayak dikenal dengan tradisi Ngayau atau perburuan kepala manusia sebagai bagian dari ritual adat. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial, praktik tersebut telah ditinggalkan dan digantikan dengan pengorbanan kerbau sebagai simbol penghormatan kepada leluhur.

Ritual Totoh Numbeng kali ini dihadiri oleh Ketua DPRD Murung Raya, Rumiadi, S.E., S.H., M.H., bersama sejumlah anggota DPRD lainnya. Kehadiran mereka menjadi bentuk dukungan terhadap pelestarian adat dan budaya lokal yang masih dijaga oleh masyarakat Dayak Siang.

Dalam kesempatan itu, Rumiadi menekankan pentingnya mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari identitas dan jati diri masyarakat.

“Ritual Totoh bukan sekadar penghormatan kepada leluhur, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya, kebersamaan, dan spiritualitas yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Masyarakat Dayak Siang menunjukkan komitmen luar biasa dalam menjaga warisan budaya ini, dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk melestarikannya,” ujar Rumiadi.

Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan generasi muda dalam menjaga kelangsungan adat istiadat agar tidak punah di tengah arus modernisasi. Menurutnya, pelestarian budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat adat, tetapi juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan akademisi.

Ritual Totoh Numbeng berlangsung dengan penuh kekhidmatan dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, baik dari kalangan adat maupun pemerintahan. Prosesi ini menjadi bukti nyata bahwa di tengah perkembangan zaman, kearifan lokal tetap hidup dan terjaga. Keberlangsungan tradisi seperti ini tidak hanya memperkuat identitas budaya masyarakat Dayak Siang, tetapi juga menjadi aset berharga bagi kekayaan budaya Indonesia secara keseluruhan.(M.Ilmi).

Penulis: M.IlmiEditor: Dmn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *