MEMPERBAIKI KEADAAN TERHADAP KONDISI POLITIK YANG MENYIMPANG

Pro Justice

Penulis : Andi Salim

Suluh Nusantara News — Apa yang terjadi ketika kehidupan seseorang tidak membanggakan. Apalagi pada masa tuanya cenderung tidak mendapatkan hasil dari masa mudanya yang penuh kesia-siaan. Segala beban hidup terhampar bagaikan setumpuk kewajiban yang sama sekali sulit untuk diatasi. Belum lagi faktor pengentasan putra putri mereka yang belum menampakkan hasil atas pemenuhan supply keuangan yang dibutuhkan guna menutupi kebutuhan minimum terhadap hal-hal yang diperlukan. Alih-alih mengandalkan anak, mereka justru menjadi beban dan setidaknya faktor ini menjadi gangguan ketentraman dalam rumah tangga di setiap kondisi yang sama dari mereka yang mangalami hal serupa. Apalagi jika kekurangan tersebut tidak pula bisa dipenuhi, acap kali persoalan ini mendatangkan keributan yang pada gilirannya mengganggu harmonisasi dalam keluarga itu sendiri, ditambah lagi persoalan lain yang menghimpit kondisinya secara bergantian khususnya dari sisi yang berbeda yang tentu saja menambah ketidak seimbangan dan kebahagiaan didalam lingkungan rumah tangga itu sendiri.

Berbeda dengan mereka yang fokus menggapai sesuatu dimasa mudanya. Terutama bagi mereka yang berpijak pada prinsip untuk mengamankan masa tuanya kelak. Walau yang dihasilkan tidak banyak dan mencukupi segala kebutuhannya, namun mereka tidak merasakan beban masa tua yang terlampau berat. Apalagi menggantungkan kewajibannya terhadap hasil dari anak-anak mereka yang telah mengentaskan dirinya guna membangun keluarganya sendiri dari rumah tangga mereka yang baru seumur jagung. Persiapan selama masa muda itu tentu dirasakannya lebih longgar, ketimbang hanya mengandalkan doa dan harapannya dari keadaan yang serba kekurangan hingga pasrah dengan keadaan terhadap ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi masa tuanya, sekalipun takdir kematian mereka masih menunggu waktu yang terlampau lama untuk dipanggil Tuhannya yang Maha Pengasih. Persiapan masa tua tersebut tentu tidak boleh dipandang sebelah mata jika tidak ingin menghadapi situasi yang akan menjadi penyesalan dikemudian hari.

Dari dua keadaan diatas, sebenarnya ada saja alasan yang bisa diungkapkan. Walau sebenarnya klasik untuk didengar, namun faktanya ungkapan itu acap kali diperdengarkan dari sebagian mereka yang mau tidak mau harus menyampaikan hal-hal semacam itu agar tidak dipersalahkan. Sebab tidak siapnya seseorang untuk memenuhi kewajiban hidup dimasa sekarang ini, sering membutuhkan alasan yang masuk akal untuk bisa diterima. Jika tidak, maka dalam era sekarang ini tidak sedikit dari anak-anak mereka yang saat ini mengalami trend yang kritis untuk menuding orang tua mereka sebagai pihak yang lalai dalam mempersiapkan masa depan mereka pula. Padahal, tak sedikit faktor lain yang sebenarnya mempengaruhi hasil akhir dari situasi mereka untuk bisa diungkapkan sebagai alasan yang kongkrit. Apalagi kondisi ini layaknya berkenaan dengan takdir atau setara force majeure sebagaimana keadaan perusahaan yang mengalami kondisi gagal bayar dari situasi mereka yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan kewajibannya tersebut.

Jika sudah demikian, siapa sesungguhnya yang patut dipersalahkan. Apakah para orang tua yang telah berjuang walau tanpa menyisakan apapun yang sepatutnya disisihkan untuk menyongsong masa tua mereka agar tidak menggantungkan keseluruhan hidupnya pada putra putri mereka yang sesungguhnya belum mandiri, atau faktor pengaruh lain diluar kemampuan dirinya untuk bisa dikendalikan seperti halnya kondisi force majeure bagi perusahaan yang mangalami gagal bayar. Atau, boleh jadi malah ada penyebab lain yang bisa diperbaiki dari mereka yang saat ini selaku generasi muda untuk mengambil pelajaran dari cerita diatas agar hal yang sama tidak terulang kembali. Sebenarnya, Ada pilihan lain yang masih bisa diperbaiki. Terlepas dari kemampuan diri seseorang yang telah berfokus dari minimnya hasil perjuangannya walau tanpa harus melanggar hukum, apalagi mengandung sesuatu yang tidak halal. Prinsip ini terdengar sedikit rumit namun inilah fakta yang dipijak oleh sebagian orang pada umumnya.

Bagaimana pun menggantungkan kepada upaya pribadi dari statusnya sebagai warga negara, tentu bisa dikaitkan dengan kemampuan negara dalam menciptakan kebijakan.pemerintah demi mensejahterakan warga negaranya, sekalipun cara ini merupakan upaya kolektif dan kolegial dari setiap komponen warga negara agar ikut mendorong hadirnya negara guna turun tangan dalam membenahi persoalan yang melilit masa depan atas setiap warga negaranya. Namun cara ini masih dianggap terlalu sulit untuk ditempuh, bahkan tak sedikit yang merelakan keadaan ini dibiarkan tanpa adanya semangat untuk melakukan pembiaran terhadap situasi yang berlangsung secara terus menerus semacam ini. Apalagi dalam romantika hubungan negara dengan rakyatnya, maka setiap rakyat harus terus mengkoreksi apa yang menjadi keadaan saat ini untuk diwujudkan pada kondisi yang lebih baik menuju kualitas demokrasi yang lebih baik pula tentunya. Termasuk menyampaikan kepada para pelaku politik bahwa mereka sesungguhnya hanya sebagai penyambung lidah semata.

Mereka harus berfokus diri pada hak-hak rakyat dan harapan kebahagiaan masyarakat yang dinyatakannya kedalam tindakan politik praktis melalui apa-apa yang mereka kerjakan. Sebab pada diri merekalah diamanatkan tentang keinginan dari siapapun para pemilihnya. Masyarakat tidak boleh hanya menyandarkan segala kesulitan yang dialaminya dengan mengedepankan alasan takdir, walau alasan inilah yang dianggap sangat mujarab untuk menepis terhadap siapapun yang mengkritisi dirinya sekiranya ada pihak lain mempermasalahkannya keadaannya. Sebab Indonesia bukanlah penganut faham Teokrasi yang mana pemerintahannya menganut nilai ketuhanan dalam pengelolaan negaranya. Sehingga dalam praktik kepemimpinan negara pada sistem ini didasari oleh pengendalian dari para pemuka agama tertentu, yang bertindak atas nama Tuhan dalam setiap kebijakannya. Inilah yang mengacaukan bangsa ini dari lepas tangan penguasa terhadap keadaan rakyatnya melalui campur tangan pemerintah yang bersifat mutlak.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaan negara sesungguhnya bertumpu kepada 3 hal, pertama memperoleh manifestasi atas kepintaran rakyatnya demi menumbuhkan sifat kenegarawanan dari masyarakatnya, meningkatkan moralitas warga negaranya tujuan bangsa yang bermartabat, serta mendapatkan kebahagiaan dari hadirnya negara dalam memfasilitasi hal tersebut. Sehingga pemikiran dari setiap politikus pada sistem ini tidak perlu terseret oleh sentralisasi kekuasaan dimana bagian fungsi tersebut harus dijalankannya meski dengan cara parsial, serta tidak pula harus mengikuti sistem birokrasi.menuju keseragaman dimana mereka pun sesungguhnya harus terus melakukan koreksi atas dampak dari setiap kebijakan yang dijalankan. Maka dari persoalan inilah suatu partai politik menanamkan konsep agar para anggotanya mendapatkan pengetahuan dan wawasan guna membangun konstruksi berpikir pada 3 pijakan pemikiran diatas untuk dimiliki oleh setiap petugas partai yang menduduki jabatan di pemerintahan saat ini.

Setiap partai politik diharapkan mampu mewujudkan 3 prinsip tersebut melalui berbagai tindakannya, baik terkait tentang bagaimana mengadopsi kepintaran masyarakat, kemajuan moralitas bangsa atas keberadaan agama yang diyakini rakyatnya serta kebahagiaan masyarakat yang terukur melalui campur tangan pemerintah dalam merealisasikan dambaan rakyat tersebut sebagai dasar utama yang menjadi fokus pada tujuan demokrasi itu sendiri. Pada situasi inilah tatanan demokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi khususnya pasca kejatuhan orde baru dan kenyataan era reformasi yang semakin liar, hal ini agar demokrasi tidak mengalami stagnasi sebagaimana kondisi yang dirasakan sekarang ini, dimana partai politik hanya berfokus pada tujuan elektoral demi mendapatkan kekuasaan mereka, dimana setelahnya, para politikus itu justru membawa lari dan menyimpangkan amanat konstitusi rakyat sebagaimana yang diperolehnya melalui pesta demokrasi yang berlangsung secara terus menerus sampai saat ini. Sehingga apa-apa yang diharapkan rakyat, semakin menjauh dari kenyataan berlakunya fakta demokrasi yang diwujudkannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *